Ada sebuah renungan tentang ‘nasib’ sebuah ideologi pada sebuah negara, bangsa atau pemerintahan. Yang dimaksud dengan nasib di sini adalah bagaimana sebuah ideologi yang diyakini cocok oleh founding father sebuah bangsa atau negara, lalu resmi menjadi ideologi negara tersebut, namun setelah melalui masa dań perjalanan, praktek yang ada di negara tersebut banyak yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan ideologi yang pernah dideklarasikan itu. Jika terjadi inkonsistensi penerapan ideologi maka selayaknya perlu refleksi, bahkan evaluasi. Apakah ideologinya yang tidak cocok, atau pengusung ideologinya yang tidak memahami atau bahkan sengaja menyalahterapkan ideologi yang dimaksud.
Mari kita mencoba menengok ke dalam. Ya, ke dalam negara kita, yaitu Indonesia. Tentu kita tahu bahwa Indonesia menganut ideologi Pancasila. Banyak orang mengaku bahkan mengumumkan kepada khalayak bahwa dirinya, dan kelompoknya, sebagai Pancasilais. Namun pada prakteknya tidak banyak menerapkan Pancasila di dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan kebangsaannya. Perilaku mengesampingkan bahkan alergi terhadap agama menjadi kebanggaannya, korupsi tetap dijalani, sikap tidak adil masih menjadi kebiasaannya, suka mempraktekkan kekerasan dań ogah bermusyawarah, serta banyak praktik yang pada hakikatnya menentang Pancasila itu sendiri.
Sebagaimana ideologi-ideologi yang pernah hadir dan hidup di dunia ini, praktek penerapan ideologi Pancasila di Indonesia juga telah, sedang dan akan diuji oleh sejarah. Karena pada hakekatnya hidup adalah sejarah. Dan sejarah pulalah yang akan membuktikan ‘ketangguhan’ sebum ideologi.
Di dalam sejarah Indonesia ada terminal-terminal. Misalnya, ada terminal penjajahan, terminal kemerdekaan, terminal Orde Lama, Terminal Orde Baru, Terminal Reformai, dan seterusnya. Di dalam terminal-terminal itu ada ujian-ujian yang bisa datang dari dalam dan juga dari luar. Dari dalam biasanya terkait dengen kompetisi antar ‘faksi’ yang ada di dalam dalam rangka dominasi kekuasaan, dll. Begitu juga ancaman dari luar yang biasanya berupa gerakan-gerakan terkoordinasi secara internasional. Saat ini, gerakan-gerakan itu bisa dilakukan secara global sehingga memungkinkan terjadinya suatu gerakan yang bersifat lintas negara. Gerakan-gerakan dari luar yang bersifat trans-nasional terkadang memiliki agenda-agenda tertentu yang mengancam eksistensi ideologi Pancasila.
Ada sebuah keyakinan bahwa konsep apapun yang secara ontologis baik, maka ia akan tetap baik. Namun demikian, suatu ideologi akan mengalami ‘godaan-godaan’. Misalnya, ideologi Pancasila berhadapan dengan godaan dari kiri, misalnya PKI dan godaan dari kanan seperti DI/TII. Yang putat kita jaga adalat barwa Pancasila merupakan komitmen bersama berbagai elemen bangsa yang ada di nusantara. Apabila Pancasila diganti maka negara ini akan bubar.
Diskusi tentang berbagai ideologi belakangan ini banyak dibincangkan dan didiskusikan secara terbuka di media sosial. Di medsos, berbagai Diskusi menjadi ramai karena medsos memberikan Ruang dan waktu yang Begitu bebas dan leluasa kepada sispapun untuk bersuara dan berpendapat. Walaupun demikian, sebagai netizen yang bank dan cerdas, kita harus tetap mmampu berpendapat secara terbuka, jujur, dan beretika.
No comments:
Post a Comment